Kapal Borobudur telah memainkan peran besar dalam segenap urusan
orang Jawa di bidang pelayaran, selama beratus ratus tahun sebelum abad ke-13. Memasuki awal abad ke-8,
peran kapal Borobudur digeser oleh kapal kapal Jawa yang berukuran
lebih besar, dengan tiga atau empat layar sebagai Jung. Pelaut Portugis menyebut juncos, pelaut Italia menyebut zonchi. Istilah jung dipakai pertama kali dalam catatan perjalanan Rahib Odrico, Jonhan de Marignolli, dan Ibn Battuta[1] yang berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14
mereka memuji kehebatan kapal Jawa berukuran raksasa sebagai penguasa
laut Asia Tenggara. Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dengan
pengerjaan kapal Borobudur; seluruh badan kapal dibangun tanpa
menggunakan paku.
Gambaran tentang jung Jawa secara spesifik dilaporkan Alfonso de Albuquerque, komandan armada Portugis yang menduduki Malaka pada 1511.
Orang Portugis mengenali Jawa sebagai asal usul jung-jung terbesar.
Kapal jenis ini digunakan angkatan laut kerajaan Jawa (Demak) untuk
menyerang armada Portugis.
Disebutkan, jung Jawa memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan
berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis.
Jung terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai pengangkut pasukan Jawa untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada 1513. Bisak dikatakan, kapal jung jawa ini disandingkan dengan kapal induk di era modern sekarang ini.
"Anunciada (kapal Portugis yang terbesar yang berada di Malaka pada
tahun 1511) sama sekali tidak menyerupai sebuah kapal bila disandingkan
dengan Jung Jawa." tulis pelaut Portugis Tom Pires dalam Summa Orientel
(1515). Hanya saja jung Jawa raksasa ini, menurut Tome Pires, lamban
bergerak saat bertempur dedengan kapal-kapal portugis yang lebih ramping
dan lincah. Dengan begitu, armada Portugis bisa menghalau jung Jawa
dari perairan Malaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar